Journal Reading Hematoonkologi Kepada YTH
Dr. Aslinar Bpk/Ibu Dr………………..
Pendahuluan
Anemia aplastik berat (SAA) merupakan kelainan hematologik yang fatal dimana dengan dukungan perawatan suportif dan terapi memberikan hasil berupa perbaikan kemampuan dan kualitas hidup. Pada kasus dengan human leukocyte antigen (HLA) yang sesuai dengan donor, transplantasi sel stem hemopoietik (HSCT) merupakan pilihan terapi bagi SAA.
Terapi imunosupresi (IST) merupakan terapi alternatif utama pada pasien tanpa kesesuaian HLA. Kombinasi dengan antithymocyte globulin (ATG) atau anti-lymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin memberikan respon sekitar 75%. Keberhasilan jangka panjang terapi IST masih belum diketahui pasti. Meningkatnya risiko menjadi myelodysplastic syndrome (MDS) dan acute myeloid leukemia (AML) dapat ditemukan pada anak penderita anemia aplastik dengan terapi IST.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keberhasilan terapi imunosupresi pada anak penderita anemia aplastik serta rata-rata kemampuan hidup, follow up dan berkembangnya MDS/AML.
Metode
Penelitian ini secara retrospektif dengan mengambil data rekam medis semua pasien anemia aplastik yang diobati di Rumah Sakit Anak antara tahun 1984 dan 2004. Pasien dieksklusi bila menderita inheridited marrow failure syndrome sebelum terapi atau bila mempunyai donor dengan HLA yang sesuai dan menjalani HSCT.
Stadium Penyakit
Klasifikasi pasien berdasarkan beratnya penyakit. Anemia aplastik dikatakan berat bila ditemukan sel sumsum tulang <25%, dan paling sedikit 2 kriteria berikut: jumlah neutrofil <0,5x109/L, jumlah trombosit < 20 x 109/L atau jumlah retikulosit <20 x 109/L. Anemia aplastik sangat berat bila kriteria SAA terpenuhi dan disertai dengan julah neutrofil <0,2x109/L.Anemia aplastik sedang didefinisikan sebagai hiposelular sumsum tulang dengan ditemukan paling sedikit 2 kriteria hematologis berikut: jumlah neutrofil <1 x 109/L, jumlah trombosit <50 x 109/L, atau jumlah retikulosit <60 x 109/L. Hepatitis associated AA didefinisikan sebagai anemia aplastik yang terjadi bersamaan atau dalam 6 bulan dengan adanya peningkatan 5 kali kadar serum alanine aminotransferase (ALT).
Pengobatan
Semua pasien menerima horse-derived ATG (hATG) 160 mg/kg selama 4 hari. Metilprednisolon intravena atau prednison oral dengan dosis 2 mg/kg/hari selama 4-7 hari diikuti dengan tappering selama 2 minggu. Siklosporin diberikan oral atau intravena pada hari 1 dengan mempertahankan kadar serum antara 150 dan 200 ng/ml. Pasien dengan infeksi atau ANC<0,2 x 109/L mendapat terapi G-CSF dosis 5-10µg/kg/hari intravena atau subkutan.
Transfusi trombosit diberikan jika jumlah trombosit <10-20 x 109/L atau adanya perdarahan dan transfusi sel darah merah jika hemoglobin <70 g/L atau anemia simptomatik. Semua produk darah diskrining terhadap sitomegalovirus dan irradiasi. Pengobatan kedua hATG atau rabbit-derived ATG (rATG) diberikan jika pasien tidak menunjukkan respon setelah 3 bulan terapi awal atau relaps setelah respon awal.
Kriteria Respon
Dikatakan respon komplet (CR) bila kadar Hb mencapai nilai normal, jumlah trombosit >100x109/L dan jumlah neutrofil >1,5 x 109/L. Respon parsial (PR) bila bebas transfusi, jumlah retikulosit >30 x 109/L, jumlah trombosit >30 x 109/L dan jumlah neutrofil >0,5 x 109/L. Respon keseluruhan dihitung dari jumlah CR dan PR. Diagnosis MDS berdasarkan kriteria Hasle dkk dengan karakteristik morfologi dan sitogenetik darah dan sumsum tulang.
Analisis Data
Dikumpulkan data berupa umur, jumlah neutrofil, hemoglobin, trombosit, retikulosit, hemoglobin, MCV, waktu pencapaian CR, waktu penghentian CS, dan jumlah imunoterapi. Investigasi berupa : riwayat keluarga, riwayat pengobatan, pemeriksaan fisik, sitogenetik sumsum tulang, studi fragilitas kromosom dengan diepoxybutane dan mitomicin-C, ekokardiografi dan USG abdomen, diperlukan untuk mengeksklusi inheridited marrow failure syndrome. Pemeriksaan lain berupa tes fungsi hati dan serologi hepatitis A,B,C, epstein-barr virus, cytomegalovirus, parvovirus.
Hasil
Dari 42 pasien (24 laki-laki, 18 perempuan) yang diterapi dengan IST, 26% pasien mendapat terapi granulocyte colony stimulating factor (G-CSF). Umur median saat diagnosis adalah 8,5 tahun. Sebanyak 69% didiagnosis sebagai AA berat, 19% sebagai AA sangat berat dan 12% dengan AA sedang. Ditemukan 21% kasus hepatitis-associated hepatitis.
Follow up pasien dengan median selama 53,3 bulan, sebanyak 61% respon komplet, 19% respon parsial. Dua pasien mengalami relaps. Dua pasien berkembang menjadi MDS dimana keduanya mendapat terapi G-CSF jangka panjang dan dengan respon parsial terhadap IST. Pada 15% pasien yang bertahan hidup, ditemukan kejadian hipertensi yang menetap walaupun CS sudah dihentikan.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbaikan respon keseluruhan dan 5 years survival pada anak yang menderita anemia aplastik, setelah mendapat terapi imunosupresi meskipun keberhasilannya masih lebih rendah dibandingkan dengan transplantasi sel stem hemopoietik dari donor yang sesuai. Dosis tinggi siklofosfamid tanpa HSCT juga memberikan hasil yang baik pada anemia aplastik yang sangat berat. Hipertensi dan myelodysplastic syndrome merupakan komplikasi lanjut. Masih diperlukan follow up yang lebih lama dan studi prospektif untuk mengevaluasi berbagai komplikasi lanjut dan faktor risiko. Download sumber aslinya
Langganan:
Postingan (Atom)